Aku berharap puas jika sudah memandangimu lewat malam. Ah, bodoh.
Padahal rindu tetap saja rindu. Ia tetap terpatri dengan gagah sebelum
aku bertemu kau. Bagaimana mungkin aku bisa menghilangkan rindu berharap
pada malam? Ah, bodoh.
Aku bosan berada pada situasi jauh seperti sekarang. Hanya memandangimu lewat partikel alam semesta. Entah itu angin, entah itu awan, entah itu senja, entah itu hujan. Oh, benar, hujan! Aku rindu saat hujan mengguyur basah kedua bola mata kita. Saat itu sulit untukku mengedipkan kedua mataku, aku rasa karena hujan, ternyata karena kau. Ah, ingatan itu lagi. Aku muak mengingatnya, karena pada nyatanya aku susah mengulang kejadian yang persis seperti itu.
Dengar, aku sulit tertidur saat kau mulai memainkan ingatanku. Karena saat itu, aku merasa bersalah sudah melepasmu yang harusnya tetap aku genggam. Harusnya aku menjagamu tetap dekat. Harusnya aku memberanikan diri untuk bertahan. Harusnya aku dan kau tetap menjadi “kita”. Tapi tidak. Tidak.
Terimakasih telah singgah. Salam hangat N selamat malam.
Aku bosan berada pada situasi jauh seperti sekarang. Hanya memandangimu lewat partikel alam semesta. Entah itu angin, entah itu awan, entah itu senja, entah itu hujan. Oh, benar, hujan! Aku rindu saat hujan mengguyur basah kedua bola mata kita. Saat itu sulit untukku mengedipkan kedua mataku, aku rasa karena hujan, ternyata karena kau. Ah, ingatan itu lagi. Aku muak mengingatnya, karena pada nyatanya aku susah mengulang kejadian yang persis seperti itu.
Dengar, aku sulit tertidur saat kau mulai memainkan ingatanku. Karena saat itu, aku merasa bersalah sudah melepasmu yang harusnya tetap aku genggam. Harusnya aku menjagamu tetap dekat. Harusnya aku memberanikan diri untuk bertahan. Harusnya aku dan kau tetap menjadi “kita”. Tapi tidak. Tidak.
Terimakasih telah singgah. Salam hangat N selamat malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar