Persepsi
Masyarakat Terhadap Kawasan Konservasi SM. Jamursba Medi di Distrik
Abun Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat
I. Kondisi Demografi, Sosial, Ekonomi dan Budaya
A. Demografi/Penduduk
Kawasan
SM Jamurba Medi dan Pantai Warmon merupakan pantai peneluran penyu
Belimbing (Dermochelys coriacea) yang secara administrasi kepemerintahan
berada di Distrik Abun Kabupaten Tambrauw, dimana 4 (empat) kampung
yang terdekat dengan pantai peneluran yaitu: Kampung Saubeba, Kampung
Warmandi, Kampung Wau dan Kampung Weyaf. Total jumlah penduduk keempat
kampung di distrik tersebut adalah 596 jiwa yang berasal dari 134 rumah
tangga (survey tahun 2011).
Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di tiga Kampung Distrik Abun
Sumber: Hasil survey Tahun 2011
Berdasarkan
grafik di atas diketahui jumlah penduduk yang terbanyak untuk distrik
Abun berada di kampung Saubeba dimana penduduk laki-laki dan penduduk
perempuannya hampir sama banyak dengan prosentasenya laki-laki (50,6%)
dan perempuan (49,4%). Secara garis besar, penduduk di kawasan SM
Jamursba Medi dan Warmon sebagian besar adalah berasal dari Suku Abun.
Tabel Jumlah Penduduk Kampung di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon
Sumber: Hasil survey Tahun 2011
B. Pendidikan dan Kesehatan
1. Pendidikan
Kampung-kampung
di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki masing-masing 1 (satu)
buah gedung Sekolah Dasar (SD) dengan tenaga guru tetap sebanyak 6
(enam) orang antara lain SD Kampung Saubeba 3 (tiga) orang, Warmandi 1
(satu) orang dan Wau-Weyaf 2 (dua) orang.
Khusus
untuk SD Kampung Warmandi yang memiliki 3 ruang kelas, baru di aktifkan
pada tahun 2010, sementara SD Kampung Wau-Weyaf gedung sekolah yang
hancur akibat gempa tahun 2008 telah selesai dibangun tahun 2011 dan
aktif pada tahun ajaran baru 2011/2012. Kemudian sekolah tingkat
pertama (SMP) sudah tersedia di Ibu Kota Distrik Abun yaitu Kampung
Waibem yang dapat mengakomodir anak-anak dari kampung Wau-Weyaf, dan SMP
Werur Distrik Sausapor mengakomodir anak-anak asal Kampung Saubeba,
sedangkan untuk anak-anak asa Kampung Warmandi bisa dapat lanjutkan di
SMP Werur ataupun SMP Waibem, karena posisi kampung terletak
dipertengahan.
Kampung Saubeba
2. Kesehatan
Sarana
kesehatan Pustu (puskesmas pembantu) yang terdapat di kampung-kampung
kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon hanya ada 2 (buah) yaitu di Kampung
Saubeba dan Warmandi. Untuk Kampung Warmandi pustunya sementara
dibangun, sedangkan di Kampung Wau-Weyaf, pustunya rusak yang
diakibatkan karena gempa tahun 2008, sehingga rumah petugas kesehatan
dipakai sebagai pusat pelayanan kesehatan. Penyakit umum yang dihadapi
oleh masyarakat di Kawasan ini Malaria, ISPA, TB, Cacingan, Rematik,
Penyakit Kulit, dan Khaki Gajah.
Puskesmas Pembantu Kampung Saubeba
Tabel : Petugas Kesehatan Kampung
Sumber: Hasil survey Tahun 2011
C. Agama
Masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon penduduknya beragama Kristen Protestan dan Katholik.
D. Mata Pencaharian
Masyarakat
di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki sumber daya alam yang
cukup besar baik laut maupun daratnya (hutan) dimana mereka melakukan
aktifitas untuk menunjang konsumsi sehari-hari. Beranjak dari sejarah,
masyarakat di kawasan ini berasal dari pedalaman, jadi untuk konsumsi
sehari-hari mereka peroleh dari hutan (berkebun maupun berburu). Mata
pencaharian yang umumnya dilakukan masyarakat di Kawasan SM Jamursba
Medi dan Warmon adalah berburu dan berkebun meskipun mereka tinggal di
daerah pesisir. Kalaupun ada yang melaut untuk mencari ikan, itu hanya
untuk dimakan. Sedangkan hasil kebun dan berburu itulah yang mereka
jual, khususnya untuk binatang dijual dalam bentuk daging segar dan
dendeng. Hasil jualnya dipergunakan untuk membelanjakan kebutuhan
keluarga.
Kebun Masyarakat dan Hasil Buruan Kampung Saubeba
E. Sarana dan Prasarana
1. Pasar
Kampung-kampung
yang berada di sekitar kawasan SM Jamursba Medi belum memilik pasar
yang selayaknya seperti di kota. Di kampung ini hanya tersedia kios-kios
yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat kampung akan sembilan
bahan pokok (sembako) selain kios-kios temporer/pasar berlabu
(kapal-kapal layar buton) yang sering datang untuk membeli hasil
masyarakat berupa kopra dan coklat tetapi juga menjual sembako dan
rokok. Fungsi lainnya dari kios-kios yang berada di kampung sekitar SM
Jamursba Medi, kecuali Kampung Warmandi adalah melayani masyarakat
dengan barter (hasil masyarakat dengan sembako).
2. Transportasi
Sarana
dan Prasarana transportasi masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan
Warmon dalam kaitannya untuk pemenuhan ekonomi keluarga dari hasil hutan
(berburu) dan kebun yang akan dijual ke kota masih melintasi jalur laut
dengan long boat ataupun kapal perintis. Meskipun sudah ada terobosan
melalui program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu
pembuatan jalan lintas kabupaten.
Transportasi Masyarakat
F. Kearifan Lokal Masyarakat dan Adat Budaya
Masyarakat
Kampung di sekitar Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki
kebiasaan untuk penyelesaian konflik dengan membayar denda berupa kain
timor, besar kecilnya denda ditentukan dengan jenis kain yang harus
dibayarkan. Makin tinggi pelanggaran yang dilakukan semakin besar denda
yang harus dikenakan. Mereka menyadari juga bahwa sumberdaya alam mereka
akan habis apabila tidak di atur pemanfaatannya, rusa menjadi salah
satu target hewan buruan, namun masyarakat menetapkan kawasan gunung
sepanjang bagian belakang kawasan peneluran penyu dari Kampung Wau-Weyaf
sampai dengan Kampung Saubeba sebagai wilayah yang tidak boleh dijamah
atau menjadi areal perburuan. Bagi masyarakat, kawasan tersebut adalah
kawasan tabungan, rusa hanya diperbolehkan untuk diburu di kawasan
lembah dan sekitar kebun masyarakat, sampai pesisir pantai. Selain itu
Sasi digunakan untuk acara sumpah adat dengan menggunakan bamboo sumpah
maupun air sumpah adat dan pisau adat.
G. Persepsi Masyarakat terhadap pentingnya Konservasi penyu
Berdasarkan
hasil survey tehadap persepsi masyarakat pada tahun 2009 yang
dilakukan oleh WWF Indonesia pada 7 (tujuh) kampung, diantaranya adalah:
Kampung Saubeba, Warmandi, Wau dan Weyaf tentang kondisi lingkungan
laut khususnya kondisi pantai peneluran penyu memperlihatkan bahwa
pandangan responden di tujuh kampung bervariasi. Sebanyak 78.1%
responden di Abun mengatakan kerusakan pesisir pantai peneluran penyu di
daerahnya merupakan masalah besar, namun ada juga yang mengatakan
kerusakan wilayah pesisir pantai bukan menjadi masalah besar yaitu
sebanyak 5%. Namun yang sangat menarik adalah persepsi masyarakat
tentang jumlah penyu yang semakin berkurang, yaitu 84,7 %
responden mengatakan hal tersebut merupakan masalah besar.
Dari
hasil survey persepsi masyarakat tentang upaya perlindungan
penyu, dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat yaitu 79,4
% setuju bahwa penyu harus dilindungi, dan juga 53,44%
masyarakat tidak setuju membuat kebun di tepi pantai peneluran, namun
masih ada juga masyarakat yang setuju membuat kebun di tepi
pantai peneluran penyu yaitu 33,44%, nilai ini masih cukup
tinggi bila dibandingkan dengan dampak yang akan timbulkan bila hal ini
benar-benar terjadi. Selain itu 82,5% masyarakat setuju agar telur
penyu dibiarkan di sarangnya agar dapat menghasilkan lebih banyak
penyu.
Masyarakat
melihat aktor utama dari permasalah yang ada di pantai dan pesisir
pantai di sekitar kampung adalah sebabkan oleh nelayan dari luar.
Sebanyak 28,08% respoden di Abun menegaskan bahwa pelaku utama masalah
di sekitar pantai dan pesisir di sekitar kampung mereka adalah nelayan
dari luar yang beroperasi di wilayah mereka. Sedangkan pelaku lain yang
menjadi penyebab utama permasalah yang ditemui di laut dan pesisir
pantai adalah pengunjung/wisatawan itu sendiri (16,6%). Pihak lain yang
juga mereka anggap turun berkontribusi dalam permasalahan yang ditemui
di laut dan pesisir pantai adalah masyarakat kampung (11,9%), kepala
kampung (2,2%), dan pengusaha swasta dan Yayasan (ornop)/LSM (1,9%).
Data
survey memperlihatkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Abun
terhadap sumber daya alam di darat masih sangat tinggi. Hal ini terlihat
dari persentase kegiatan ekonomis masyarakat pada dua kegiatan yaitu
sebagai petani sedangkan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya
laut sangat rendah ini juga terlihat dari prosentase responden yang
berprofesi sebagai nelayan. Namun hal tersebut bukan tidak berdampak
pada kondisi sumberdaya laut, karena usaha pertanian yang
dilakukan oleh masyarakat yang berdekatan dengan pesisir pantai
peneluran penyu dapat berdampak pada sedimentasi pesisir pantai yang
bias mengganggu habitat peneluran penyu. Dari hasil tersebut maka
program-program konservasi dan pemberdayaan masyarakat Abun hendaknya
ditujukkan untuk menjamin kelangsungan usaha-usaha ekonomi masyarakat
di bidang pertanian dan perikanan secara berkelanjutan.
Jumlah
masyarakat Abun yang berpendidikan tinggi sangatlah rendah.
Hal ini ditunjukan dengan data survey bahwa sebagian besar responden
hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh
terhadap kemampuan masyarakat untuk dapat memahami pesan-pesan
konservasi yang diberikan melalui program penyadaran masyarakat.
Strategi penyampaian pesan-pesan konservasi harus dirancang sedemikian
rupa dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan dari mayoritas penduduk
Abun tersebut.
Mengingat
bahwa radio merupakan sumber informasi utama yang banyak dimanfaatkan
masyarakat di Abun, maka penggunaan radio sebagai medium untuk
menyampaikan program awareness patut dipertimbangkan. Dimasa yang
akan datang, kegiatan-kegiatan kampanye kesadaran akan pentingnya
menjaga dan melestarikan lingkungan khususnya pelestarian sumber
daya alam laut melalui radio bisa menjadi alternatif pilihan.
Dari
hasil survey mengenai kondisi lingkungan laut dan pesisir pantai di
Abun ternyata kerusakan yang terjadi dirasakan cukup parah bila
dibandingkan kondisi 10 tahun yang lalu, penyebab kerusakan
tersebut banyak disebabkan adanya penangkapan ikan secara berlebih yang
dilakukan oleh nelayan dari luar wilayah ini, selain itu beberapa
kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat seperti
pengambilan karang dan bameti di karang juga merupakan masalah yang
cukup serius yang masih dilakukan oleh masyarakat. program
penyadaran dan distribusi informasi tentang ancaman terhadap
terumbu karang dan bakau harus terus disuarakan.
Masyarakat
memahami bahwa kondisi terumbu karang dan pantai peneluran penyu
bisa mengalami penurunan jika tekanan terhadap kedua ekosistem
tersebut terus berlangsung secara berlebihan dan dengan menggunakan
cara-cara yang bersifat merusak atau tidak ramah lingkungan.
Pemberdayaan dan penguatan kapasitas pemimpin lokal utamanya
kepala kampung, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat
penting untuk terus dilakukan. Para pemimpin lokal ini masih dianggap
sebagai orang yang mampu menyelesaikan setiap permasalahan
lingkungan yang terjadi di daerah mereka. Peran pemimpin lokal ini
akan sangat strategis untuk mengurangi sumber permasalahan lingkungan
di kampung yang sebagian besar berasal dari masyarakat kampung
itu sendiri. Penguatan kapasitas tokoh dan masyarakat lokal perlu
mendapat perhatian lebih agar pelibatan dan peran serta mereka dalam
kelompok pemangku kepentingan atau lembaga-lembaga sosial di tingkat
kampung akan memberikan dampak yang baik bagi upaya-upaya pengelolaan
sumber daya alam di wilayah Tambrauw secara umum dan Abun lebih khusus.
Makin tinggi tingkat pelibatan masyarakat dalam upaya-upaya
pelestarian sumber daya alam melalui kelompok-kelompok pemangku
kepentingan akan lebih mempermudah upaya-upaya pelestarian sumber daya
alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan.
Sementara
dari sisi aturan hukum, sangat perlu untuk memperkuat
aturan-aturan adat setempat, terutama yang mengatur tentang
upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan pemanfaatannya
secara berkelanjutan. Hal ini juga harus didukung dengan penegakkan
terhadap aturan-aturan hokum nasional termasuk aturan pemanfaatan sumber
daya alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar