Ganja menjadi simbol budaya hippie di Amerika yang sempat populer, ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap globalisasi yang dipaksakan oleh Kapitalisme terhadap negara-negara berkembang.
Di India, sebagian dari kelompok Sadu yang menyembah Dewa Siwa memakai produk derivatif ganja ketika melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap habis melalui bong dan minuman bhang. Sedangkan Uruguay adalah salah satu negara yang melegalkan ganja untuk diperjualbelikan dan dikonsumsi pada tanggal 10 Desember 2013.
Di Indonesia, ganja dibudidayakan secara ilegal di Aceh yang biasanya ditanam pada saat musim penghujan, sehingga ketika menjelang kemarau sudah bisa dipanen hasilnya. Ganja merupakan salah satu komponen sayur yang umum disajikan di Aceh sejak dulu.
Tumbuhan ganja sudah dikenal manusia sejak lama dan didigunakan sebagai bahan tekstil karena serta yang dihasilkannya kuat. Sedangkan biji ganja dapat digunakan sebagai sumber minyak.
Beberapa negara menggolongkan tumbuhan ganja sebagai narkotika, walau sebenarnya penggolongan itu belum terbukti sepenuhnya dapat membuat user menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang jenis lain yang menggunakan bahan-bahan sintentis atau semi-sintentis yang dapat merusak sel-sel otak.
Di Indonesia, wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan ekspor sempat membuat heboh publik beberapa hari terakhir. Kepala Biro Humas BNN, Brigjen Sulistyo Pudjo, menyesalkan pernyataan anggota DPR RI dari Fraksi PKS Rafli terkait legalisasi ganja sebagai pemasukan devisa negara. Menurutnya, cara pandang legislator Aceh itu terkesan belum memahami maksud pendirian bangsa, sehingga lebih mengedepankan ekonomi sentris ketimbang pandangan faktor pelarangan narkotika jenis ganja, sehingga menjadi mustahil ganja untuk diekspor ke luar negeri (Kompas.com).
Penolakan terhadap legalisasi ganja juga datang dari Anggota Komisi VI dari Fraksi PPP Achmad Baidowi yang menilai usulan legalisasi ganja tersebut bertentangan dengan milai agama, hukum, dan sosial. Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono juga memberikan penolakan terhadap legasilasi ganja, "aturan kita masih melarang berkaitan dengan ganja" dikutip dari liputan6com. Anggota Komisi III DPR RI, Asrul Sani menyatakan bahwa usulan ekspor ganja akan melanggar hukum Indonesia.
Nah, apakah Indonesia perlu melegalkan ganja? Menurut saya pribadi sangat perlu, tetapi harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat dan juga melalui sosialisasi kepada seluruh masyarakat agar tidak ada penyalahgunaan ganja.
Dikutip dari WebMD, mariyuana dapat digunakan sebagai obat bila diolah secara medis. Pasien yang memiliki sakit kronis mengalami perbaikan kondisi dari sebelumnya, kemudian pasien dengan multiple scierosis juga mengalami lebih sedikit kejang otot dibanding sebelumnya.
Bahkan, pasien dengan peradangan usus parah mulai bisa makan lagi. Penelitian yang dilakukan oleh Sulak ini cukup kuat dan menambahkan sejarah panjang manfaat ganja yang dapat digunakan sebagai obat terapeutik. Namun masalahnya, karena tergolong barang ilegal, sulit untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas ganja dalam dunia medis.
Kanada merupakan negara kedua setelah Uruguay yang melegalkan ganja, dan berkat legalisasi itu, saham-saham industri terkait melambung di bursa saham Toronto dan New York.
Secara total (dikutip dari CNBC Indonesia), statistik di Kanada mengatakan 5,4 juta orang atau sekitar 15% dari populasi Kanada akan membeli ganja dari apotek legal pada 2018. Sekitar 4,9 juta sudah mengisapnya. Penjualan ganja diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga US$ 1,1 miliar atau sekitar 16,7 triliun rupiah dan menyediakan penerimaan pajak penghasilan sebesar 400 juta US$ bagi pemerintah, menurut statistik Kanada.
Pada Desember 2018, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dan penelitian. Keputusan ini memicu berbagai pihak untuk ikut terlibat dalam urusan penanaman ganja, yang digadang-gadang bisa menjadi penghasil uang utama bagi Thailand.
Jika kita bicara dalam konteks agama, tentu banyak orang yang mengatakan bahwa ganja adalah barang haram karena dapat membuat kecanduan.
Tapi bagaimana dengan kopi? Pada jaman dulu, kopi juga salah satu barang haram yang dapat membuat kecanduan. Tapi sekarang, setelah terdapat penelitian yang dilakukan guna mencari manfaat kopi, barang yang tadinya haram itu sudah tidak lagi haram, bahkan terdapat label halal dari MUI pada kemasan kopi.
Pada tahun 1511, Gubernur Mekah, Khair Beg memerintahkan menutup semua warung kopi di wilayahnya dengan dalih "warung kopi punya potensi menjdi sumber kebangkitan sekulerisme". Mereka yang tertangkap meminum kopi, terlebih yang menjualnya, akan mendapatkan hukuman.
Tetapi larangan itu pada akhirnya dianulir oleh Kaisar Ottoman, Sultan Salim 1, atas rekomendasi Mufti Agung Mehmet Ebussud al-Imadi. Beberapa ulama pada tahun 1535 mengusulkan agar minuman kopi terlarang bagi umat muslim karena dinilai memabukkan. Sheikh Jamaludin adalah Ulama pertama di Semenanjung Arab yang pertama mencicipi kopi pada tahun 1454, kata beliau kopi berkhasiat mengusir lelah dan lesu.
Orang-orang yang berada di wilayah kekuasaan Islam jaman dulu mengharamkan barang seperti kopi dan juga beberapa produk lain, karena mereka belum mempunyai kesempatan untuk melakukan penelitian, sehingga mereka lebih menggunakan dogma agama untuk memutuskan perkara halal dan haram pada suatu barang.
Namun semakin berkembangnya jaman, barang-barang yang dulunya dilarang, perlahan mulai diteliti untuk dicari manfaatnya sehingga pada saat ini, kopi bisa dinikmati oleh banyak orang tanpa larangan, khususnya dari agama,
Nah, jika kopi saja yang dulunya haram, namun setelah dilakukan penelitian dan mendapatkan manfaatnya, sekarang menjadi halal. Lalu, kenapa hal serupa tidak diberlakukan juga kepada ganja?