Mancaw_Black Viruz






Praktek Kerja Lapangan


I  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hutan Papua Barat merupakan salah satu the Global Tropical Wilderness Areas selain Hutan Tropis Amazone dan Hutan Tropis Kongo, juga the Larger Tropical Rain Forest Ecosystem yang paling lengkap dan sangat unik terbentang dari pesisir pantai sampai pegunungan atas. Hutan Papua Barat termasuk dalam the World’s Tropical Biodiversity Hotspots karena memiliki tingkat keanekaragaman hayati endemik sangat tinggi (Departemen Kehutanan, 2009 ).
Dengan adanya Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 telah memberikan peranan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan termasuk di sektor kehutanan. Lebih lanjut di dalam Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang merupakan landasan hukum bagi pengakuan hak-hak masyarakat adat, pemerintah mengakui adanya hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan seperti yang dilandaskan pada UU. No. 41 tahun 1999. Konsekuensi dari adanya peraturan perundangan tersebut, agar berbagai manfaat hutan ini dapat dirasakan secara serbaguna dan lestari untuk mencapai dan memenuhi kebutuhan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung secara maksimal dan lestari, maka perlu disiapkan tenaga-tenaga teknis kehutanan yang handal, salah satunya adalah melalui pendidikan formal.
Universitas Negeri Papua sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan motto “Ilmu Untuk Kemanusiaan” mengacu pada tri darma perguruan tinggi melalui setiap fakultas yang ada berupaya terus menghasilkan para lulusan yang handal di bidangnya. Salah satu fakultas yang ada di UNIPA adalah Fakultas Kehutanan. Guna tercapainya tujuan tersebut, mahasiswa diwajibkan mengikuti kuliah dan praktek dengan rancangan kurikulum yang harus diikuti peserta didik dimaksudkan agar menjadi terampil di bidangnya. Salah satu mata kuliah yang wajib adalah Praktek Kerja Lapangan (PKL) bagi mahasiswa tingkat akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademik.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu upaya perguruan tinggi untuk menambah wawasan di lapangan bagi mahasiswa khususnya Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Kegiatan ini sangat penting guna menambah pengetahuan secara umum maupun khusus tentang kehutanan.

1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
Dari kegiatan praktek kerja lapang ini diharapkan, setiap  peserta mampu untuk :
a)             Menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah dan membandingkan dengan praktek langsung di lapangan  serta memperoleh ketrampilan dan pengetahuan secara teknis sesuai bidangnya.
b)             Mahasiswa dapat memperoleh  bekal pengalaman  dan pengetahuan yang lebih banyak dan bermanfaat di lapangan sehingga menjadi seorang profesional Ahli Madya yang siap pakai.
c)             Memantapkan dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dengan sikap mental, disiplin, kerja sama serta rasa tanggung jawab yang tinggi.

1.2.2. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari  Praktek Kerja Lapangan adalah sebagai berikut :
a)             Membina mahasiswa menjadi calon Ahli Madya Kehutanan (Amd.Hut) yang profesional dan siap pakai.
b)             Melatih mahasiswa/i  peserta PKL dalam melaksanakan kegiatan di lapangan.
c)             Mengaplikasikan teori atau konsep mata kuliah bidang silvikultur di lapangan dan di laboratorium.
d)            Memberikan pengalaman dalam bidang pengadaan bibit, pengendalian hama penyakit, penopang teknik silvikultur.
II METODE PRAKTEK

2.1.      Lokasi Praktek Kerja Lapangan
Tempat atau lokasi yang dijadikan sebagai sasaran Praktek Kerja Lapangan (PKL) terdiri dari dua tempat yaitu : (1) Hutan Pantai Mandopi, (2) Lab Silvikultur Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.

 2.2. Waktu Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan selama 30 hari yang terdiri dari dua tempat yaitu : (1) Pada hutan pantai Mandopi dari tanggal 22 – 26 Juni 2011, (2) di Lab Silvikultur Fakultas Kehutanan dari Tanggal 5 Juli - 1 Agustus 2011

2.3. Materi Praktek
Materi praktek kerja lapangan yang dilakukan mencakup :
1.      Penanaman, pengadaan bibit, (oleh Alex Rumatora S.Hut dan Rinna Nelly Yowei, S.Hut).
2.      Pembuatan persemaian (Bpk Otis Mandacan) selaku kepala suku kampung Mandopi yang bebagi pengalaman dalam melakukan kegiatan persemain.
3.      Bioteknologi kehutanan meliputi kultur jaringan, isolasi cendawan dan pembiakan vegetatif. (oleh : Dr. Julius D. Nugroho, M.Sc dan Susanti Tasik, S. Hut. M. Biotech).

2.4.   Keadaan Umum Kampung Mandopi
2.4.1.      Letak  dan Aksesibilitas
            Kampung Sairo (Mandopi) terletak di Distrik Manokwari Utara Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Aksesibilitas menuju kampung menggunakan kendaraan bermotor maupun roda empat, lama perjalanannya ± 20 menit dengan jarak tempuh 9 Km dari kampus Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua dan   ± 30 menit dengan jarak tempuh 20 Km dari pusat kota manokwari.
            Kampung ini terletak pada 134 01’ 44,5”  Bujur Timur dan  00 47’ 46,4” Lintang Selatan, sedangkan secara Administrasi kawasan Kampung Sairo berbatasan dengan: Sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Pasifik, Sebelah Selatan            berbatasan  dengan Gunung Kemeri, Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Pami dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Bremi.

2.4.2.      Topografi
            Kampung Sairo terletak pada ketinggian antara 0 – 180 meter dpl. Kampung ini memiliki dua topografi yang berbeda, yaitu relatif datar (0-8%) pada sepanjang pantai sampai daerah pemukiman penduduk bergelombang hingga curam (25-45%) pada daerah Gunung Sairo.

2.4.3.      Iklim
            Kampung Sairo  memiliki tipe iklim seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Curah Hujan Stasiun Meteorologi Manokwari.

TAHUN
BULAN BASAH
BULAN KERING
2006
10
1
2007
12
0
2008
6
1
2009
7
2
2010
7
2
JUMLAH
42
6
RATA-RATA
8.4
1.2

            Berdasarkan data di atas maka dapat ditentukan nilai Quetient  ( Q ) yang dapat dipakai untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson dengan rumus:
Rumus      Q  =
                          =   1,2/8,4
                              =   0,14
Nilai Quetient untuk Kota Manokwari yaitu 0,14 yang berarti Kota Manokwari termasuk daerah dengan Tipe Iklim A atau termasuk dalam tipe ekosistem hutan hujan tropis.


III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Rehabilitasi Lahan
Rehabilitasi lahan adalah suatu upaya perbaikan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penanaman pohon agar lahan tersebut dapat berfungsi sebagai media pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya (Departemen Kehutanan, 2002). Kegiatan praktek rehabilitasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a.      Persiapan
Kegiatan rehabilitasi lahan yang dilakukan berada di daerah sekitar pantai Sairo seluas 2 ha yang terbagi dalam 10 petak penanaman yang memiliki ukuran setiap petak  40m x 50m. Jenis – jenis yang ditanam pada kegiatan rehabilitasi lahan ini adalah Pometia sp. , Intsia bijuga, dan Palaquium amboinensis. Banyaknya bibit yang ditanam dari petak 1 sampai petak 10 yaitu Pometia sp. sebanyak 634 bibit, Intsia bijuga sebanyak 822 bibit dan Palaquium amboinensis sebanyak 758 bibit.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: peta lokasi/kerja, meteran, tali plastik, kompas, alat tulis, tally sheet, papan untuk menulis (writing Pad), parang dan kamera

b.      Pembuatan Jalur Pengamatan
            Pembuatan jalur pengamatan dilakukan pada petak-petak tanam yang terpilih berdasarkan hasil survei awal. Dalam kegiatan dilakukan pengamatan pada seluruh petak tanam (sensus). Sebagai sarana bantuan, pada setiap petak tanam dibuat jalur/transek pengamatan dengan  jarak antar jalur 3 m sepanjang petak tanam dengan arah kompas (azimuth) Utara-Selatan. Berikut adalah denah pembuatan jalur pengamatan di setiap petak tanam, seperti disajikan pada Gambar 1 berikut :



 













Gambar 1. Letak base line dan lubang tanam

Pembersihan jalur dan baris tanam serta pembuatan lubang tanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan membentangkan tali rafia yang telah diberi tanda pada setiap 3 meter sejajar base line. Lubang tanam dibuat berurutan mulai dari base line (baris pertama), baris kedua, baris ketiga hingga baris yang ke-18 (terakhir). Lubang tanam dibuat sesuai dengan besar polybag dan anakan yang akan ditanam.

3.2. Pengadaan Bibit Berbasis Cabutan Alam
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk (1) mendapatkan cadangan (stok) bibit/anakan yang siap tanam dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan dan (2) tersedianya bibit guna keperluan penanaman baik  penyulaman petak tanam yang sudah ada maupun penanaman pada petak tanam baru serta untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
Kegiatan praktek pengadaan bibit ini berlangsung di areal Lokasi Persemaian Kampung Mandopi Manokwari. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode praktek kerja mandiri. Kegiatan ini terdiri dari beberapa tahap kegiatan yaitu tahap persiapan, pembuatan bahan tanam, dan pemeliharaan awal. Berikut adalah rincian tahap-tahap kegiatan yang dilakukan di lapangan.

3.2.1        Persiapan
Kegian persiapan mencakup beberapa beberapa pekerjaan :
a.       Persiapan bahan dan peralatan
     Persiapan bahan dan peralatan lapangan pendukung yang memadai. Beberapa bahan dan peralatan penunjang lapangan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain Semai/anakan cabutan alam, polybag, jerigen air, sekop/pacul, parang/gergaji, gunting stek, pisau/cutter, meter, tali plastik, alat tulis-menulis dan kamera.

b.      Pembuatan Pondok Penyapihan
Dalam pembuatan pondok penyapihan, sekaligus juga dilakukan pembuatan bedeng sapih untuk digunakan sebagai tempat peyapihan bibit untuk tujuan penyiapan bibit untuk penanaman pada program rehabilitasi lahan (Gambar 2).
PIC_1804.JPGPIC_2047.JPG







Gambar  2. Pembuatan Pondok Penyapihan.

Pondok penyapihan yang dibuat dalam praktek berupa sebuah bangunan sederhana, terbuat dari tiang kayu bulat dan atap rumbia, tanpa dinding yang di dalamnya terdapat bedeng sapih untuk semai asal cabutan alam. Pondok sapih yang dibuat berukuran panjang 7 m dan lebar 6 m, dengan tiang penyangga atap  berjarak satu sama lain 3,5 x 3,0 m.

c.       Penyiapan Media
Kegiatan ini meliputi pengambilan bibit cabutan, pembersian lapangan, pengambilan tanah lapisan atas (top soil) untuk media tanam, pengisian media ke dalam 800 polybag. Tanah lapisan atas diambil dari sekitar lokasi pondok penyapihan yang banyak tersedia di lokasi praktek.











Gambar 3.  Kegiatan Pengambilan tanah dan pengisian tanah dalam polybag.

d.      Pembuatan Bahan Tanam
Proses penyiapan bibit asal cabutan dari hutan alam kampung Mandopi melalui tahapan sebagai berikut:

1.      Pemilihan semai
Semai dipilih dengan diameter leher akar (collar) antara 1-2,3 cm dengan tinggi semai 35-100 cm (berdaun 5- 7 helai).

2.      Pencabutan
Pencabutan anakan alam dilakukan secara hati-hati  agar akar anakan tidak rusak saat pencabutan, semai dipegang pada bagian bawah dekat dengan tanah, kemudian ditarik tegak lurus searah batangnya. Jangan mencabut dengan cepat dan paksa, tetapi ditarik secara perlahan-lahan sampai bibit mulai terlepas dari tanah. Setelah dicabut, bibit disusun dalam plastik dan diisi masing-masing dalam satu kantong plastik harga seribu sebanyak 8 lembar dengan masing-masing isi 100 bibit sehingga saat penyapihan bibit mudah dipisahkan dan tidak mengalami kerusakan. Bibit yang telah dikumpul kemudian dibawa dengan kantong  terbuka ke pondok penyapihan.

Dalam PKL kali ini, kelompok kerja mahasiswa D3 Budidaya hutan yang tergabung dalam kelompok  ini berhasil mengumpulkan dan membuat 800 bibit  asal cabutan alam seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan Jumlah Bibit  Asal Cabutan Alam.
No
Jenis
Jumlah Bibit
Nama Lokal
Nama Ilmiah
1
Kayu Besi
Intsia bijuga
600
2
Ketapang
Terminalia cetapa
200
Jmlh 1+2

800

3.      Penyapihan
Bibit puteran yang telah terkumpul kemudian langsung disapih, yaitu ditanam dalam polybag dan diletakkan denganrapih dalam bedeng sapih. Total bibit per bedeng berjumlah 200 bibit. Tata letak tanaman di persemaian seperti disajikan pada Gambar 4.
















Text Box: Keterangan
- masing-masing bedeng 200 bedeng
- ukuran bedeng P=3.50 m dan L=3 m
- jarak antar bedeng  ½ m





Bedeng 1



Bedeng 2                                                                            



Bedeng 3









Gambar tata letak semai dalam rumah persemaian







 








                                            1-20

1-10
 
   
   
    Bedeng 4


Gambar 4. Tata letak tanaman di persemaian.

3.3.      Bioteknologi.
3.3.1.      Pengenalan Ruang Laboratorium Silvikultur
Laboratorium Silvikultur di Fakultas Kehutanan memiliki ruangan untuk menunjang pekerjaan Kultur Jaringan dan Bioteknologi seperti berikut :
a.      Ruang Persiapan
Ruang ini dipergunakan untuk mempersiapkan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium dan tempat menyimpan alat-alat gelas. Sesuai degan fungsinya maka yang dibutuhkan dalam ruangan ini adalah meja untuk bekerja yang dilengkapi dengan westafel untuk tempat mencuci. Ruang Persiapan juga sekaligus difungsikan sebagai tempat untuk memberikan arahan praktek mahasiswa.
b.      Ruang Peralatan
Ruangan ini berfungsi sebagai ruang timbang sekaligus tempat menyiapkan peralatan dan bahan-bahan kimia.

c.       Ruang Transfer
Ruang transfer merupakan tempat melakukan pekerjaan yang memerlukan kondisi aseptik. Ruangan ini dapat digunakan untuk pekerjaan kultur jaringan meliputi kegiatan isolasi bagian tanaman, strerilisasi, dan penanaman eksplan dalam media. Ruangan ini sedapat mungkin bebas dari debu serta tersekat dari ruang lain.

d.      Ruang Kultur
Ruang kultur merupakan ruang tempat menyimpan kultur. Ruangan ini harus dijaga kebersihannya dan sedapat mungkin dihindari  terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan. Botol kultur diatur pada rak-rak terbuka. Ruang kultur mempunyai pengaturan terhadap suhu dan cahaya, sehingga penggunaan AC dan lampu fluorescent sangat penting. Lampu fluorescent biasa digunakan dalam ruang kultur sebagai sumber cahaya, karena lebih baik dibandingkan lampu pijar. Pencahayaan diberi 24 jam terus menerus. Suhu dalam kultur diatur antara 25-280C.

3.3.2.      Pengenalan Alat-Alat Kultur
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan kultur jaringan di dalam lab silvikultur Fakultas Kehutanan adalah sebagai berikut :

a.      Oven Elektrik
            Oven elektrik (Gambar 5) digunakan untuk berbagai tujuan, seperti mengeringkan bahan organik berupa akar, batang atau daun dengan suhu 700-800C untuk pengukuran berat kering oven, sedangkan untuk pengukuran kadar air seperti kadar air tanah, maka tanah di oven menggunakan suhu 1500C. Oven digunakan juga untuk mensterilisasikan alat-alat gelas dan bahan-bahan seperti pasir dan tanah.





Oven Pengering
 








Gambar 5. 0ven Elektrik.
b.      Autoclave Elektrik
Autoclave (Gambar 6) digunakan untuk mensterilkan media botol kultur dan alat-alat diseksi. Alat ini telah dilengkapi dengan pengatur suhu takanan dan waktu. Sebelum digunakan autoclave diisi terlebih dahulu dengan air hingga mencapai dasar sarangan. Bahan media dan atau alat yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas atau aluminium foil, kemudian dimasukkan ke dalam autoclave dan autoclave ditutup dengan rapat. Cara menutup agar tertutup dengan rapat yaitu dengan mengencangkan sekrup/pengancing penutup yang terletak pada bagian samping penutup. Selanjutnya autoclave dinyalakan untuk pemanasan sterilisas yang diinginkan. Saat waktu sterilisasi selesai, autoclave dimatikan dan katup uap air dibuka sedikit demi sedikit agar uap dalam autoclave keluar perlahan-lahan. Jika autoclave telah dingin, penutup dapat dibuka dan dikeluarkan isinya.
















Gambar 6. Autoclave Elektrik.

c.       Laminaire Air Flow Cabinet (LAFC)
Laminar Air Flow Cabinet (Gambar 7) merupakan lemari (laminar) tempat untuk menanam eksplan maupun melakukan subkultur yang mensyaratkan kondisi aseptik, LAFC pada prinsipnya adalah sebuah kotak atau ruangan kecil yang di dalamnya dihembuskan udara bersih sehingga udara dalam kotak/ruangan tersebut berada dalam keadaan aseptik. Untuk menghasilkan udara steril, alat ini biasanya dilengkapi dengan sebuah kipas dan satu set penyaring udara. Cara pemakaian alat ini sebagai berikut, lampu penerangan dinyalakan terlebih dahulu, meja disemprot alkohol dan dibersihkan. Selanjutnya Kipas dan juga lampu UV dinyalakan untuk beberapa menit, kemudian lampu ultraviolet dimatikan sebelum bekerja pada LAFC. Saat bekerja pada LAFC kipas angin tetap dinyalakan.




 











.


Gambar 7. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)

d.      Bowl Filler
Bowl Filler (Gambar 8) berfungsi untuk mengambil larutan dengan pipet ukur untuk pemakaiannya, Cara pemakaian yaitu dengan mengeluarkan terlebih dahulu udara dalam “bola” bowl filler dengan cara menekan lingkaran A, selanjutnya lingkaran S ditekan untuk menyedot larutan dan E untuk mengeluarkan larutan berupa tetesan.
07-karet pengisap.jpg




Gambar 8. Bowl Filler, bola pengisap larutan dengan pipet


e.       Timbangan Analitik
07-tmbgn analitik.jpgTimbangan analitik (Gambar 9) berfungsi sebagai alat mengukur berat bahan-bahan kimia yang akan digunakan dalam praktek atau kerja kultur jaringan.











Gambar 9. Timbangan Analitik.

f.       pHmeter
pHmeter (Gambar 10) digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman/ kebasaan suatu larutan. Sebelum digunakan pHmeter perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer (pH 4,7 dan 10). pH suatu larutan diukur dengan cara mencelupkan katoda pHmeter kedalam larutan dan akan terbaca pH larutan yang diukur pada layar pH meter.
07-ph meter.jpg






Gambar 10. pHmeter, pengukur kemasaman dan kebasaan suatu larutan



g.      Hotplate:
Hotplate (Gambar 11) berfungsi sebagai pemanas. Cara pemakaiannya yaitu dengan menyambungkan hotplate dengan listrik, lalu suhu pemanasan diatur sesuai dengan kebutuhan.
07hotplate.jpg








Gambar 11. Alat pemanas hotplate.

h.      Alat Pecah Belah (Tabung reaksi, botol kultur, cawan petri, gelas ukur, labu ukur,  labu erlenmeyer dan gelas piala)

Alat pecah belah terdiri atas petridish, botol kultur, tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala dan labu ukur (Gambar 11). Alat pecah belah umumnya digunakan sebagai wadah larutan, pencampuran dan pelarutan bahan kimia, pengukuran volume maupun sebagai wadah untuk menumbuhkan bahan tanam dalam kultur invitro, sedangkan gelas ukur, erlenmeyer, gelas piala dan labu ukur digunakan untuk mengukur volume larutan yang dibutuhkan






Gambar 12. Tabung reakti, Botol kultur, Petridish, Gelas ukur, Erlenmeyer, Gelas piala dan Labu ukur.

i.        Lampu Bunsen
Lampu bunsen (Gambar 13) dipakai untuk mensterilkan alat-alat inseksi saat dipakai dalam LAFC.


07-06-lampu bunsen.jpg
 









Gambar 13. Lampu bunsen

j.        Hygrothermometer
Hygrothermometer (Gambar 14) digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udarabaik dalam ruangan maupun di tempat terbuka.



07-higro meter.jpg
 










Gambar 14. Hygrothermometer.
k.      Alat-alat diseksi
Alat diseksi (Gambar 15) terdiri atas macam-macam jenis pingset, gunting, jarum kultur, jarum ose, yang banyak digunakan dalam pekerjaan seperti kultur jaringan, mikrobiologi dan sebagainya.


07-diseting.jpg
 




\




Gambar. 15. Alat-alat Diseksi.
3.4.      Kultur Jaringan.
Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan suatu cara memperbanyak tanaman dengan teknik mengisolasi bagian tertentu dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya pada media nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman di dalam kondisi yang steril, sehingga bagian-bagian tersebut bisa memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap/sempurna. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman melalui media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Kultur jaringan atau biakan jaringan sering disebut kultur in vitro yakni teknik pemeliharaan jaringan atau bagian dari individu secara buatan yang dilakukan di luar individu yang bersangkutan. In vitro berasal dari bahasa Latin yang artinya "di dalam kaca". Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai “bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya”. Kegiatan praktek kultur jaringan dalam PKL ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a.      Pembuatan Media Kultur
Dalam PKL ini media yang dibuat adalah media Murashige-Skoog (MS). Dalam pembuatan media kultur langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat larutan stok.
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan media kultur MS adalah :
-          Pipet
-          Gelas Piala
-          Labu Erlenmeyer 500 ml
-          Botol kultur
-          Hotplate
-          Magnet Stirrer
-            Air aquades
-            Gula
-            Bahan kimia pembuat media MS
-            Plastik bening
-            Karet
-            Autoclave


Komposisi dasar untuk membuat madia MS sebagai berikut :







KNO3                              1900  mg/ l             
NH4OO3                         1650  mg/ l
KH2PO4                            170  mg/ l                          Unsur Hara Makro
CaCl 2H2O                        440  mg/ l
Mg SO4 7H2O                   370  mg/ l

Thiamin HCL                 0, 50   mg/ l
Asam Nikotinat              0, 50   mg/ l                          Vitamin
Pyridoxin – HCL           0,50    mg/ l                         
Myo – Inositel                 100    mg/ l

FeSO4 7H2O               27, 8     mg/ l
Na2 EDTA                  37,3      mg/ l
Mn SO4 7H2O             22,3      mg/ l                         
Zn SO4 7H2O                8, 6     mg/ l
H3 BO3                          6,2      mg/ l                          Unsur Hara Mikro
KI                                   0,83    mg/ l
C4 SO4 H2O                   0,025  mg/ l
Na Mo O4 2H2O            0, 25   mg/ l
CaCl2 6H2O                   0,025  mg/ l

a.1. Cara membuat larutan stok.
            Larutan stok adalah larutan bahan kimia organik maupun anorganik berupa nutrisi tumbuhan baik makro ataupun mikro, vitamin mupun ZPT yang dipekatkan untuk keperluan pembuatan media kultur jaringan. Larutan stok terdiri atas stok A, B, C, D, E, F dan Vitamin dalam praktek (PKL) ini hanya dicoba membuatan larutan stok Vitamin.  Berikut adalah cara memekatkan larutan stok  Vitamin:
Larutan Stok Vitamin di pekatkan 100 X, hingga hanya di buat 100 ml larutan stok vitamin.
Komposisi untuk membuat larutan stok vitamin

-          Asam Nikotinat ditimbang sebesar 0,05 g/100 ml
-          Thiamin_HCl di timbang sebesar 0,01 g/100 ml
-          Pyridoxin_HCl ditimbang sebesar 0,05 g/100 ml
-           Glycine di timbang sebesar 0,2 g/100 ml

1.      Masing-masing larutan stok vitamin diukur sesuai dengan besar ukuran yang sudah ditentukan yaitu Asam Nikotinat ditimbang sebesar 0,05 g/100 ml, Thiamin_HCl di timbang sebesar 0,01 g/100 ml, Pyridoxin_HCl ditimbang sebesar 0,05 g/100 ml,  Glycine di timbang sebesar 0,2 g/100 ml.
2.      setelah di timbang, masing-masing larutan stok vitamin tersebut semuanya dilrutkan dengan air aquades, sesudah dilarutkan kemudian dituangkan kedalam gelas erlenmeyer lalu di tambahkan lagi dengan air aquades sebanyak 100 ml.

a.2. Cara membuat Media Kultur MS
Kebutuhan larutan stok untuk membuat 1 L media MS adalah sebagai berikut.

Larutan Stok A  (NH4NO3) =  20 ml 
Larutan Stok B  (KNO3) =  20 ml
Larutan Stok C  (CaCl2) =  10 ml
Larutan Stok D  (MgSO4H2O. KH2PO4, NaH2PO4, NaH2PO4H2O) = 10 ml
E  (Makro FeSO4H2O, Na2EDTA) = 5 ml
F  (Mikro) = 5 ml
Vitamin = 1 ml

Dalam praktek dibuat media MS sebanyak 500 ml. Cara membuatan media MS adalah sebagai berikut:

1)      Masing-masing larutan stok diukur sesuai dengan besar ukuran yang sudah ditentukan (Stok A 20 ml, Stok B 20 ml dan seterusnya hingga stok Vitamin), untuk  1 l media, diisi ke dalam gelas erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan dengan air aquades hingga batas volume gelas erlenmeyer 500 ml, diaduk hingga merata dengan menggunakan magnetik stirrer.
2)      Selanjutnya, dibagi 2 ke dalam labu erlenmeyer berukuran 500 ml, masing-masing sebanyak 250 ml larutan media, kemudian digenapkan lagi sebanyak 500 ml, maka total media yang dibuat dalam 2 gelas erlenmeyer adalaha 1000 ml, kemudian dipanaskan sambil masukkan agar-agar dengan menambahkan air sebanyak 100 ml, kemudian pH media diukur. Bila pH terlalu masam, maka NaOH ditambahkan secara bertahap beberapa tetes hingga pH yang diukur mendekati pH 6, sebaliknya bila terlalu basa digunakan HCl untuk menurunkan pH.
3)      Bahan-bahan media selanjutnya dipanaskan hingga mendidih.
4)      Selanjutnya media dimasukkan ke dalam botol kultur dan ditutup dengan plastik bening dan diikat erat dengan karet lalu dililit lagi dengan menggunakan seal plastik.
5)      Media yang telah siap selanjutnya disterilkan dalam Autoclave dengan waktu sterilisasi selama 10 -15 menit.
6)      Media yang telah disterilisasi selanjunya dibawa ke dalam ruang penyimpanan media kultur.

3.4.1.      Induksi Tunas Apikal
Bahan dan Alat :
1.      Pucuk tanaman berkayu Pometia pinnta (Matoa).
2.      BAP
3.      Bahan media MS
4.      Laminar Air Flow
5.      Diseccting set (Gunting, pinset, pisau)
6.      Alkohol 70% dan 90%
7.      Betadine
8.      Fungisida dan Bakterida (2g/l)
9.      Clorux/pemutih komersial (NaOCl 10%)
10.  Petridish steril
11.  Kertas saring/tissue steril
12.  Air steril

Prosedur Kerja :
1.      Media yang digunakan adalah media MS yang diperkaya dengan kinetin 2 mg/l, thiamin HCL 4mg/L; Myo-inositol 100 mg/L dengan pH 5.7.
2.      Explan berasal dari  pucuk pohon Matoa (Pometia pinnata) yang diambil dari tanaman yang tumbuh di halaman kampus. Pucuk-pucuk yang masih segar dibawa ke labolatorium silvikultur, dipotong bagian apikalnya dan dicuci bersih meggunakan deterjen yang diberi alkohol 20%.
3.      Explan disterilkan secara berseri dari larutan campuran fungisida, dithane dan Agripth dengan dosis masing-masing  2 g/L selama 20 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam Clorox 10% selama 10 menit, kemudian dalam air steril mengandung beberapa tetes betadine. Pada setiap seri sterilisasi  dilakukan pemotongan bagian-bagian eksplan yang tidak diperlukan sehingga diperoleh hanya bagian apikal dari explan tanaman diikuti dengan pembilasan dengan air steril setiap sterilisasi dilakukan pengocokan yang dapat dibantu dengan menggunakan alat penggojlok (shaker).
4.      Setelah sterilisasi, explan ditiriskan di atas kertas saring, steril dalam petridish, eksplan tersebut dibiarkan sehinga betul-betul kering selanjutnya eksplan ditanam dalam media yang telah disiapkan.
5.      Eksplan yang telah disterilkan selanjutnya ditanam pada media induksi tunas apikal.
6.      Kultur tunas apikal selanjutnya disimpan di ruangan kultur.

3.5.      Isolasi Jamur
Pembibitan jamur budidaya seperti jamur tiram, jamur kuping dan jamur jenis lain dimulai dari pembuatan bibit kultur. Bibit ini dibuat dalam kondisi aseptik atau steril yang bebas dari kontaminasi alias tidak terdapat bakteri atau cendawan jenis lain yang tumbuh.
Jamur yang ingin dijadikan bibit diambil dari lapangan atau alam kemudian bagian tubuhnya seperti batang, tudung atau lamelanya yang mengandung spora diambil sedikit dan diletakkan ke dalam media tumbuh. Proses ini disebut isolasi.
Pada media ini bagian jamur tersebut akan beregenerasi atau berkembang membentuk hifa berwarna putih.
Media tanam yang umum digunakan dalam isolasi jamur yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar). Bentuk media ini seperti agar-agar makanan karena memang komposisinya terdiri dari agar. Selain media PDA proses isolasi biasa dipakai juga media MEA (Malt Extract Agar).
1.      Pembuatan Media PDA (Potato Dextoose Agar).
Media PDA dibuat dari media siap pakai dengan prosedur kerja pembutan media PDA sebagai berikut :
Bahan media PDA ditimbang 40 g sebanyak 2 kali, masing-masing diisi ke dalam labu erlenmeyer berukuran 1L, selanjutnya ditambahkan dengan air aquades sebanyak 1L dan diaduk hingga merata. Media dipanaskan selama 15 menit, kemudian dituangkan ke dalam labu erlenmeyer berukuran 250 ml, sebanyak 7 gelas dan ditutup dengan menggunakan kapas. Sedangkan sebagian 250 ml media PDA yang tersisa dituangkan ke dalam tambung reaksi dan ditutup dengan kapas, kemudian disimpan di dalam kulkas.

2.      Cara Isolasi Jamur
Cara mengisolasi jamur adalah sebagai sebagai berikut :
a.       Badan buah jamur diambil dari Hutan Pendidikan Anggori (belum diketahui jenisnya), Jamur ini tumbuh pada sisa-sisa bahan organik yang melapuk pada kayu Araucaria cunninghamii dan Pometia pinnata. Contoh sampel jamur tampak seperti pada Gambar 16.
PIC_2803.JPG





Gambar 16. Badan buah jamur (belum terindentifikasi) yang dipergunakan untuk praktek isolasi diambil dari kayu lapuk Pometia pinnata.

b.      Badan buah jamur selanjutnya dibawa ke Lab Silvikultur Fakultas Kehutanan Unipa untuk diisolasi.
c.       Badan buah jamur dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya, dipotong kecil-kecil, diambil bagian yang paling dalam.
d.      Apabila badan buah jamur kecil, maka sebelump dipotong-potong perlu disterilisasi lebih dahulu
e.       Selanjutnya potongan jamur ditanam ke dalam cawan yang telah berisi medium PDA. Penanaman dilakukan dalam beberapa kali ulangan.
f.       Selama masa inkubasi, cawan tersebut harus berada dalam posisi terbalik.

3.      Hasil Pengamatan
Hasil praktek isolasi jamur yang dilakukan di Lab Silvikulur Fakultas kehutanan Unipa disajikan pada Gambar 17. Isolasi dapat dilakukan dengan mudah dengan penampakan miselium putih kecoklatan.





       A                                         B                                             C
Gambar 17. Hasil isolasi jamur asal batang lapuk pohon Araucaria cuninghami (A) dan pohon Pometia Pinnata (B dan C).

3.6.      Perbanyakan Tanaman
1.      Perbenyakan Tanaman Dengan Stek
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya.
Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor intern yaitu tanaman itu sendiri dan faktor ekstern atau lingkungan. Salah satu faktor intern yang mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk adalah fitohormon yang berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh.

Boulline dan Went (1933) menemukan substansi yang disebut rhizocaline pada kotiledon, daun dan tunas yang menstimulasi perakaran pada stek. Menurut Hartmann et al. (1997), zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah Auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indolebutyric acid (IBA) dan nepthaleneacetic acid (NAA). IBA dan NAA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang meruapakan auksin alami, sedangkan zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam pembentukan tunas adalah sitokinin yang terdiri atas zeatin, zeatin riboside, kinetin, isopentenyl adenin (ZiP), thidiazurron (TBZ), dan benzyladenine (BA atau BAP). Selain auksin, absisic acid (ABA) juga berperan penting dalam pengakaran stek.

Faktor intern yang paling penting dalam mempengaruhi regenerasi akar dan pucuk pada stek adalah faktor genetik. Jenis tanaman yang berbeda mempunyai kemampuan regenerasi akar dan pucuk yang berbeda pula. Untuk menunjang keberhasilan perbanyakan tanaman dengan cara stek, tanaman seharusnya mempunyai sifat-sifat unggul serta tidak terserang hama dan/atau penyakit. Selain itu, manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan status fisiologi tanaman juga penting dilakukan agar tingkat keberhasilan stek tinggi. Kegiatan praktek perbanyakan tanaman dengan cara stek dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a.      Penyiapan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat Pengatur Tumbuhan (ZPT) adalah senyawa organik alami maupun sentetik yang mampu sintetik dan bukan termasuk dalam unsur hara. Bertujuan sebagai pengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZTP digolongkan kedalam auksin, sitokinin, giberelin (GA), etilen, dan asam abisik (ABA). ZPT yang umum digunakan adalah dari golongan auksin yang berguna untuk memicu terjadinya perakaran. Dari bentuknya maka ZPT tersebut dapat disiapkan dalam bentuk bubuk (powder), pasta, maupun cairan, sesuai cara pemberiannya pada tanaman seperti oles, celup cepat, maupun rendam. Dalam kegiatan praktek yang kami lakukan adalah pembuatan ZPT dalam bentuk pasta, bubuk (powder) dan Cairan. ZPT yang dibuat  memiliki konsentrasi yaitu :
a.1. Pembuatan ZPT Padat
Bahan praktek ZPT padat dibuat dengan konsentrasi IBA/NAA = 500 ppm/500 ppm, sebagai bahan campuran dipergunakan bedak/talk sedangkan bahan tambahan  adalah dithane 0,2%.

Cara membuat ZPT padat adalah sebagai berikut :

1. Masing-masing komponen penyusun ZPT padat dsesuai dengan konsentrasi kandungan yang dikehendaki dan banyaknya ZPT padat yang ingin dibuat. Dalam praktek ini dibuat sebanyak 50 g ZPT padat dengan kandungan IBA/NAA (500ppm/500ppm). ZPT NAA dan IBA, talk dan Dithane yang diperlukan untup pembuatan ZPT padat tersebut dapat dihitung sebagai berikut:

Talk disiapkan sebanyak 50 g
IBA 500 ppm berarti 500 mg IBA/1 kg talk. Karena akan dibuat 50 g ZPT padat, maka diperlukan IBA = 500 mg/1 kg.
=
                         =
                         =
     Perhitungan kebutuhan NAA sama seperti pada perhitungan kebutuhan IBA.
Dithane 0,2% berarti 2 g Dithane/100 g talk. Karena akan dibuat 50 g ZPT, maka Dithane yang diperlukan adalah sebanyak:
Dithane = 2 g/ 100 g talk
                  =
                  =   =

e.       IBA/NAA ditimbang sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan yaitu sebesar 0,025 g, bedak ditimbang sebesar 50 g dan bahan tambah dithane sebanyak 0,1 g.
f.       Selanjutnya IBA/NAA dilarutkan dengan alkohol 70%  dipanaskan dengan menambahkan air sedikit untuk melarutkan. Setelah dipanaskan dicampur dengan 50 g talk, kemudian ditambah dengan dithane dan diaduk hingga rata
g.      ZPT dibiarkan hingga kering dan menjadi bubuk baru digunakan.

a.2. Pembuatan ZPT Cair
Masing-masing komponen penyusun ZPT cair sesuai dengan konsentrasi kandungan yang dikehendaki dan banyaknya ZPT cair yang ingin dibuat. Dalam praktek ini dibuat ZPT cair sebanyak 500 ml ZPT cair dengan kandungan  IBA/NAA (500 ppm/500 ppm), dengan demikian IBA dan NAA yang diperlukan untuk pembuatan ZPT cair tersebut dapat dihitung sebagai berikut :
NAA 500 ppm                          =        500 mg NAA/ 1000 ml akuades
                                                  =       
Dengan demikian diperlukan NAA     =         
Perhitungankebutuhan IBA sama dengan perhitungan NAA.
Selanjutnya, IBA dan NAA sebanyak masing-masing 250 mg dilarutkan dengan alkohol 70% dengan pemanasan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan volume digenapkan hingga 500 ml kemudian disimpan dalam kulkas.

b.      Bahan Stek Buku Tunggal dan Stek Buku Ganda
1.      Penyiapan Bahan Stek
Bahan stek di ambil dari semai Merbau (Intsia bijuga) baik dalam bentuk buku tunggal maupun buku ganda. Stek buku tunggal adalah semai Merbau yang di potong pucuknya dengan jarak satu buku dengan meninggalkan beberapa helai daun untuk dijadikan stek. Sedangkan stek buku ganda adalah pucuk semai merbau yang dipotong dengan jarak dua buku dengan meninggalkan beberapa helai daun untuk dijadikan stek.
Selanjutnya, batang stek tersebut setelah dibuat, kemudian dibawa ke dalam rumah persemaian untuk diberi perlakuan sekaligus dilakukan penanaman stek.
Proses pembuatan stek buku tunggal maupun buku ganda dapat disajikan dalam gambar 18.


PIC_2470.JPG,PIC_2471.JPG,PIC_2472.JPG
 






Gambar 18. Cara pembuatan stek buku tunggal dan stek buku ganda.

2.      Pembuatan sungkup
Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan sungkup untuk perbanyakan melalui stek adalah : gunting, pisau cutter, plakban, lidi sapu, mistar, bak stek, plastik bening dan gabus 10 lembar.

Cara pembuatan sungkup stek adalah sebagai berikut:
Gabus dipotong sesuai dengan ukuran yaitu panjang 35 cm dan lebar 15 cm sesuai dengan ukuran bak stek. Potong-potongan gabus disambung dengan menggunakan plakban bening, kemudian ditutup dengan plastik bening. Sungkup ini digukan untuk menutup stek yang telah ditanam didalam bak stek.

3.      Media stek
Media stek yang digunakan adalah media pasir, tanah dan kompos dengan perbandingan 10:3:1 dengan volume ember yang berukuran sedang. Media dicampur merata, kemudian dimasukkan ke dalam anvelop kertas dan disterilisasi. Media yang sudah disterilisasi dimasukkan ke dalam bak penyetekan untuk penanaman stek.

4.      Penanaman
Cara penaman stek buku tunggal dan stek buku ganda pada tanaman Merbau (Intsia bijuga) sebagai berikut:
a.       Stek buku tunggal dan buku ganda sebelum ditanam diberi perlakuan ZPT baik dalam bentuk pasta/bubuk maupun cair.
b.      Perlakuan dengan menggunakan ZPT dalam bentuk padat dilakukan dengan cara mengoles stek dengan ZPT pada bagian bawah stek yang akan ditanam. Setelah dioles stek tersebut ditanam pada bak penyetekan yang sudah diisi dengan media tanam.
c.       Pemeliharaan terhadap stek dilakukan dengan penyiraman menggunakan sprayer secara rutin (pagi, sian dan sore) untuk meningkatkan kelembaban dan mencegah suhu menjadi tinggi.

5.      Hasil pengamatan
Hasil praktek penyetekan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 19.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Stek Tunggal cair dan tunggal Pasta
Hari ke
Stek
Bertunas
berakar
1-7
-
-
-
8
Tunggal, Cair
3
1
8
Tunggal, Pasta
1
1
10
Ganda, Cair
1
1
10
Tunggal, Pasta
1
1
13
Tunggal, Cair
1
1
14
Ganda, Cair
1
1
Jumlah
8
6





PIC_3435.JPG,PIC_2479.JPG
 








A                                                                        B
Gambar 19.  Proses perbanyakan tanaman melalui stek tunggal dan ganda (A) stek yang sudah di tanam dalam bak stek, (B) stek yang sudah bertunas.

Dari hasil perhitungan selama melakukan penyetekan maka diperoleh Stek bertunas sebesar 8 stek dan  berakar sebesar 6 stek. Contoh perhitungan stek bertunas adalah sebagai berikut:

                                                             = 0,4 %
Jadi, stek yang bertunas sebesar  0,4%  hidup

C.    Sambung
Pengertian penyambungan adalah menyambung suatu bagian tanaman (pucuk/mata tunas) pada bagian tanaman lain sehingga menyatu dan dan tumbuh menjadi tanaman baru. Penyambungan tanaman dapat menggunakan batang atas berupa pucuk (grafting),  batang atas berupa mata tunas (okulasi)). Perbanyakan tanaman lewat penyambungan melalui tahapan: (1) penyiapan rumah untuk sambung, pengambilan bahan tanam (bahan tanam bawah dan bahan tanam atas) dan (2) penyambungan antara tanaman bawah dan tanaman atas.


1.      Tahap Persiapan
a.       Pembuatan rumah atau sungkup untuk perbanyakan melalui sambung

Alat-alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan rumah atau sungkup yaitu paku, gergaji, gunting, paku tindis, palu, meter roll, plastik bening 20 m, dan papan 15 lembar. Ukuran persemain lebar 2 m dan  tinggi 1 m dan bagian atap ditutupi dengan plastik bening (Gambar 16).

b.      Penyiapan Bahan Sambung.
Bahan sambung adalah bahan yang dugunakan dari tanaman semai Insia bijuga. Bahan sambung berasal dari semai Intsia bijuga yang diambil dari Fakultas Kehutanan Unipa. Selanjutnya semai tersebut dipotong ± 20 cm dari batas leher akar hingga ke atas. Semai yang dipotong tetap berada dalam polybag dan ini menjadi tanaman bawah. Selanjutnya bahan sambung tanaman atas diambil dari bagian pucuk semai dengan ruas 2-3 dengan beberapa helai daun. Bagian bawah batang sambung dipotong menurun ke bawah. Tanaman bagian bawah yang telah tinggal hanya batang, dibelah bagian tengah batangnya hingga membentuk seperti huruf “V”, dan bahan tanam bagian atas disambungkan dengan cara menyelipkan pada batang tanaman bawah yang telah dibelah berbentuk V,  di lilit dengan seal plastik hingga tertutup rapat. Tanaman yang telah disambung selanjutnya ditutupi dengan plastik bening sperti pada gambar 20.
PIC_2331.JPG 










Gambar 20. Konstruksi rumah/sungkup untuk perbanyakan melalui sambung.


PIC_2757.JPG
 










Gambar 21. Cara pembuatan sambung.

2.      Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan tanaman sambung yang hidup mencapai 0,43% dan tanaman yang mati mencapai 0,56%. Hasil penyambungan disajikan pada Gambar 22 dan 23.






Gabar 22. Hasil Pembuatan sambung yang hidup








Gambar 23. Hasil pembuatan sambung yang gagal bertunas.
Contoh perhitungan keberhasilan penyambungan merbau seperti sebagai berikut:
% sambung yang hidup = 
                                       =    x 100% = 0,437%                                                                              
% sambung yang mati    =  x 100%
                                       =



IV P E N U T U P
4.1.Kesimpulan
Kegiatan PKL yang berlangsung dari tanggal 22 Juli sampai dengan tanggal 5 Agustus 2011 (15 hari) pada Hutan Alam kampung Mandopi Distrik Manokwari Utara Prov.Papua Barat dan Laboratorium Silvikultur Fahutan Unipa. Rangkaian kegiatan yang dilakukan selama periode PKL adalah :
a.       Kegiatan pada Hutan Alam kampung mandopi.
Penanaman (Rehabilitasi hutan) meliputi: Survei Lapangan, Pembuatan jalur tanam, penanaman. Dari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa hutan Mandopi rusak akibat adanya pergeseran fungsi lahan untuk kebutuhan perladangan dan pemukiman penduduk sehingga rehabilitasi lahan perlu dilakukan.
Pengadaan bibit berbasis cabutan alam, meliputi: Persiapan, pembuatan bahan tanam, pembuatan jalur tanam, penanaman bibit berbasis cabutan alam, penyapihan, dan pemeliharaan. Dari kegiatan ini kami mengetahui teknik pengerjaaan dan sekaligus mendapatkan  tambahan pengetahuan bagi kami.
b.      Kegiatan pada Laboratorium Silvikultur Fahutan Unipa.
Perbanyakan Tanaman dan Biotekhnologi meliputi: Penyiapan Zat Pengatur Tumbuhan Untuk Stek, Propagasi Tanaman Melalui Stek. Dari kegiatan ini kami telah mengetahui secara teknik menyangkut perbanyakan tanaman melalui stek dan berguna bagi penambahan wawasan pengetahuan kami.
Pembuatan kultur jaringan, kultur embrio, induksi tunas apikal menggunakan auksin, pembuatan media murashige skoog, dan pembuatan larutan stok. Kegiatan ini telah dilakukan dan menambah wawasan pengetahuan bagi kami.


4.2.Saran
Dari pelaksanaan kegiatan sampai dengan pembuatan laporan PKL, kami menyarankan agar :
1.      Kegiatan ini dapat terus berkelanjutan dan memiliki waktu yang lebih lama khususnya menyangkut pemanfaatan bioteknologi pada bidang kehutanan.
2.      Pembuatan laporan PKL sebaiknya dikerjakan per individu sehingga lebih melatih mahasiswa/i untuk bertanggung jawab.  
















Daftar Pustaka

Arwakon, dkk. 2010. Laporan Praktek Kerja Lapang. Potensi Tegakan Matoa (Pometia coreaceae)vSerta Vegetasi Lainya pada Petak Tanam 6-5, 6-6, 3-2, dan Arboretum Anggori. Progam Studi D3 Manajemen Hutan Alam Produksi. Fakultas Kehutanan Unipa. (Tidak diterbitkan)

Pemerintah Kabupaten Manokwari dan Natural Resuces Management (NRM). 2003. Potret Taman Wisata Alam Gunung Meja. PemKab. Manokwari.